Isu perampasan aset menjadi sorotan panas di tengah masyarakat, terutama terkait implementasinya yang dianggap berisiko tinggi. Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding, memberikan peringatan terkait hal ini, menekankan pentingnya pembahasan yang hati-hati agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
RUU Perampasan Aset harus ditangani dengan penuh pertimbangan, terutama dalam konteks hukum acara yang kuat. Sudding menegaskan bahwa tanpa landasan hukum yang solid, pelaksanaan perampasan aset berpotensi menciptakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Menurutnya, revisi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) sangat diperlukan. Dengan pembahasan RKUHAP yang selesai, langkah selanjutnya adalah menggabungkannya dengan RUU Perampasan Aset yang sedang dibahas.
Pentingnya Hukum yang Berkeadilan dalam RUU Perampasan Aset
Sudding mengingatkan bahwa setiap tindakan hukum harus mengikuti prinsip due process of law. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dalam proses perampasan aset yang akan datang.
Dia menjelaskan bahwa KUHAP akan berpacu dengan peraturan yang ada untuk memastikan penegakan hukum dijalankan dengan prosedur yang sah. Penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa proses ini harus adil dan tidak merugikan pihak-pihak yang tidak bersalah.
Komisi III DPR kini akan berfokus pada harmonisasi sejumlah undang-undang terkait perampasan aset. Dengan penyesuaian aturan yang hati-hati, diharapkan pemerintah bisa menghadapi tantangan hukum yang muncul dari implementasi RUU ini.
Membangun Kepercayaan Publik Melalui Penyelesaian RKUHAP
Sudding menekankan pentingnya menyelesaikan RKUHAP sebagai langkah strategis untuk membangun kembali kepercayaan publik. Publik membutuhkan jaminan bahwa sistem hukum di Indonesia berjalan dengan efektif dan adil dalam pemberantasan korupsi.
DPR RI dan pemerintah telah sepakat untuk menuntaskan proses pembahasan RUU Perampasan Aset pada tahun 2025 mendatang. Langkah ini merupakan komitmen bersama untuk mengedepankan penegakan hukum yang tidak hanya tegas, tetapi juga transparan.
Sebelumnya, RUU Perampasan Aset masuk ke dalam Prolegnas jangka menengah antara tahun 2024-2029. Sekarang, langkah untuk memasukkan RUU tersebut ke dalam Prolegnas Prioritas 2025 harus segera dilakukan.
Menjadi Prioritas Utama dalam Pemberantasan Korupsi
DPR berharap bisa mencapai target penyelesaian semua RUU yang penting tahun ini. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak berarti dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, mengungkapkan harapannya agar semua anggota dewan mendukung penyelesaian pembahasan dengan penuh makna. Keputusan ini diharapkan mampu memberi solusi nyata terhadap masalah yang dihadapi masyarakat.
Sudding menekankan bahwa pendekatan yang komprehensif dalam penanganan koruptor harus menjadi bagian dari agenda DPR ke depan. Dia optimis bahwa dengan langkah-langkah strategis, sistem hukum bisa diperbaiki dan diakui oleh masyarakat.