Dalam sebuah forum internasional yang digelar di Roma, Italia, tiga tokoh terkemuka Indonesia, yaitu Arsjad Rasjid, Jusuf Kalla, dan Nasaruddin Umar, membahas isu penting terkait peran masjid, ketimpangan ekonomi, dan perdamaian dunia. Diskusi ini diadakan dalam rangka Daring Peace-International Meeting for Peace 2025, yang bertujuan untuk menciptakan kesadaran global mengenai pentingnya perdamaian dalam masyarakat yang beragam.
Arsjad Rasjid, yang merupakan Ketua Bidang Pemberdayaan Ekonomi Dewan Masjid Indonesia (DMI), menyampaikan pandangannya mengenai hubungan antara dimensi ekonomi dan perdamaian. Ia menekankan bahwa ketimpangan ekonomi dapat menjadi sumber konflik yang mendasar dalam masyarakat.
“Ekonomi tanpa kemanusiaan adalah bentuk konflik yang tersembunyi,” tegasnya, mempertegas pentingnya nilai kemanusiaan dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Ia menambahkan bahwa kemakmuran tidak dapat dicapai jika tidak disertai dengan pemahaman tentang kemanusiaan.
Peran Penting Ekonomi dalam Membangun Perdamaian Global
Arsjad Rasjid menjelaskan bahwa ekonomi bukan hanya sekadar angka-angka di atas kertas. Tanpa landasan kemanusiaan, pertumbuhan ekonomi akan berisiko tidak bertahan lama. Oleh karena itu, ia mendorong adanya kolaborasi antara dunia usaha dan sektor sosial untuk menciptakan solusi bagi masalah kemanusiaan dan perdamaian global.
“Anak-anak adalah korban paling rentan dari konflik dan kemiskinan,” paparnya. Pentingnya investasi pada generasi muda merupakan kunci dalam membangun masa depan yang lebih baik dan damai. DMI berkomitmen untuk menjadikan masjid sebagai pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Inisiatif Rumah Wirausaha Masjid menjadi salah satu contoh konkret bagaimana masjid dapat bertransformasi menjadi pusat kewirausahaan dan komunitas. Melalui usaha ini, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai ruang bagi anak muda untuk mendapatkan keterampilan dan perempuan untuk mengembangkan usaha.
Peran Masjid dalam Membina Moral dan Sosial
Jusuf Kalla, yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia, sepakat dengan Arsjad mengenai peran vital masjid. Menurutnya, masjid seharusnya tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga sebagai ruang sosial yang berkontribusi dalam menumbuhkan akhlak dan solidaritas di masyarakat.
“Masjid bisa menjadi pusat pembinaan moral dan sosial,” tambahnya. Ia menekankan bahwa perdamaian bukan hanya ketiadaan perang, melainkan sebuah tindakan yang melibatkan keberanian untuk memilih dialog dan solidaritas antar manusia.
Keberanian untuk meletakkan senjata, baik fisik maupun ideologis, menjadi poin penting dalam menciptakan keadilan serta kemanusiaan. Hal ini menunjukkan bahwa masjid bisa menjadi penggerak bagi lahirnya dialog yang konstruktif dalam masyarakat.
Politik dan Agama dalam Menciptakan Perdamaian
Nasaruddin Umar, Menteri Agama sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal, menyoroti pentingnya pemisahan agama dari politik. Ia berpendapat bahwa politisasi agama dapat menimbulkan ancaman bagi perdamaian dunia. Penggunaan agama sebagai alat untuk kepentingan politik justru menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.
“Ancaman terbesar bagi perdamaian bukanlah agama itu sendiri, melainkan penyalahgunaan agama,” ujarnya. Dia juga mengingatkan bahwa Islam seharusnya menjadi rahmat bagi seluruh alam, bukan sebuah alat untuk konflik.
Nasaruddin mengajak seluruh dunia untuk melihat Indonesia sebagai contoh ‘laboratorium kerukunan’, di mana berbagai umat beragama dapat hidup berdampingan secara harmonis. Keberagaman Indonesia adalah salah satu aset berharga yang perlu dibagikan kepada dunia.
Persepsi Global Terhadap Perdamaian dan Pembangunan
International Meeting for Peace 2025 menjadi momen penting bagi banyak tokoh untuk mendiskusikan isu-isu yang berkaitan dengan perdamaian global. Forum ini mempertemukan ribuan tokoh dari berbagai latar belakang budaya dan keagamaan, yang bersatu untuk mencari solusi atas konflik yang meningkat di dunia.
Dalam suasana dialog, berbagai perspektif tentang perdamaian dan keadilan berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan, semua pihak memiliki tujuan yang sama untuk menciptakan dunia yang lebih damai dan aman.
Dari diskusi tersebut, terlihat jelas bahwa perlunya kerjasama lintas sektor, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan dunia usaha, untuk berkontribusi dalam menciptakan perdamaian yang berkelanjutan. Upaya ini memerlukan komitmen bersama untuk mengatasi akar masalah, terutama yang berkaitan dengan kemiskinan dan ketidakadilan sosial.




