Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengajukan dakwaan terhadap mantan Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo, terkait dugaan korupsi dalam pengadaan lahan. Kasus ini berpotensi merugikan negara hingga Rp205,14 miliar, terutama dalam konteks pengembangan Jalan Tol Trans Sumatera di Lampung.
Bersama dengan mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT HK, M. Rizal Sutjipto, Bintang terlibat dalam praktik korupsi tersebut. Keduanya melibatkan perusahaan PT Sanitarindo Tangsel Jaya yang diwakili oleh Direktur Utama Asteria Iskandar dalam dakwaannya.
Jaksa KPK menekankan bahwa tindakan ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan. Penuntutan ini berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung yang menjadi lokasi pusat perdebatan kasus ini.
Kasus Korupsi dan Awal Mula Penyidikan Terhadap Bintang Perbowo
Kerugian negara berjumlah Rp205,14 miliar dihasilkan dari laporan audit yang dilakukan terkait pengadaan lahan pada tahun 2018 hingga 2020. Proyek ini melibatkan banyak pihak, dan dugaan korupsi ini menjadi perhatian publik serta pihak berwenang.
Awalnya, PT Hutama Karya bekerja sama dengan PT Sanitarindo Tangsel Jaya untuk melakukan pengadaan lahan di wilayah Bakauheni dan Kalianda. Namun, kerja sama ini tidak sesuai dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Di tengah perencanaan yang ambisius, Bintang mengadakan rapat untuk membahas kebutuhan pengadaan lahan dan pentingnya memiliki aset tanah di sekitar jalan tol. Diskusi ini menjadi tanda bahwa perusahaan berupaya merencanakan langkah strategis meski melanggar ketentuan yang ada.
Proses Pengadaan Lahan yang Dipertanyakan dan Akibatnya
Pada tahun 2018, Bintang mengambil inisiatif untuk mengenalkan Komisaris PT STJ, Iskandar Zulkarnaen, kepada jajaran direksi. Upaya ini bertujuan untuk memfasilitasi kerja sama penambangan yang dapat menghasilkan nilai lebih bagi perusahaan.
Pengadaan dilakukan secara bertahap dengan total jumlah uang yang dibayarkan PT Hutama Karya kepada PT Sanitarindo Tangsel Jaya mencapai angka yang mencengangkan. Setiap tahap pengadaan lahan dilakukan tanpa memperhatikan dasar hukum yang jelas sehingga menjadi jelas bahwa tindakan ini memang diduga melanggar hukum.
Melalui banyak tahap, termasuk pembelian tanah seluas 16,7 hektare, total biaya yang dikeluarkan mencapai Rp205,14 miliar. Berdasarkan hasil audit, lahan yang dibeli berlokasi berbeda dari yang seharusnya, sehingga menambah kompleksitas masalah ini.
Dampak dan Rencana Pengembangan yang Terkendala
Dugaan korupsi ini berdampak negatif tidak hanya bagi PT Hutama Karya, tetapi juga bagi pembangunan kawasan ekonomi yang telah direncanakan. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus dan tempat wisata malah menjadi terhambat akibat tindakan korupsi ini.
Jaksa KPK mengungkapkan bahwa pengadaan tersebut tidak memberikan manfaat, karena lokasi lahan tidak dapat dimiliki baik secara fisik maupun yuridis. Artinya, investasi yang seharusnya memberikan keuntungan justru berbalik menjadi kerugian bagi negara dan perekonomian.
Pemanfaatan lahan yang gagal ini seharusnya sejalan dengan kebijakan pemanfaatan nilai tanah, namun berakhir dengan kerugian yang besar. Proyek yang seharusnya memperkuat perekonomian malah menjadi sumber permasalahan hukum yang berkepanjangan bagi semua pihak yang terlibat.
Proses Hukum dan Masa Depan Kasus Korupsi Ini
Bintang Perbowo dan para terdakwa lainnya kini menghadapi tuntutan berdasarkan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tindakan ini menunjukkan komitmen pihak berwenang untuk menindak tegas kasus korupsi yang merugikan negara.
Proses hukum yang sedang berlangsung menunggu berbagai bukti tambahan dan kesaksian yang bisa memperkuat tuduhan ini. Ini akan menjadi bagian dari perjalanan panjang hukum yang diharapkan memberi keadilan bagi negara dan masyarakat.
Kasus ini juga membuka mata banyak orang mengenai pentingnya pengawasan atas pengadaan proyek pemerintah. Transparansi dalam pengadaan lahan harus menjadi prioritas agar ke depan tidak muncul dugaan korupsi serupa.




