Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan pentingnya pasal terkait keadilan restoratif dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru agar tidak dijadikan alat pemerasan bagi masyarakat yang berurusan dengan hukum. Pernyataan tersebut ditujukan untuk merespons kekhawatiran dari koalisi sipil yang berpendapat bahwa pasal tersebut berpotensi disalahgunakan oleh aparat penegak hukum.
Dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Habib menegaskan bahwa keadilan restoratif seharusnya diimplementasikan dengan prinsip pendampingan, bukan dengan paksaan. Ia juga menolak anggapan bahwa proses hukum dapat dilakukan dengan pemaksaan damai melalui dalih keadilan restoratif.
Habib mengingatkan bahwa kekhawatiran pihak-pihak tertentu mengenai praktik pemerasan di ruang penyelidikan adalah klaim sepihak yang tidak berdasar. Ia berharap penegakan hukum dapat tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Peran Keadilan Restoratif dalam Proses Hukum di Indonesia
Keadilan restoratif adalah sebuah pendekatan yang mengutamakan rekonsiliasi antara pihak yang berkonflik, dan itu menjadi bagian penting dalam sistem hukum yang baru. Habib menyatakan bahwa praktis ini dapat diterapkan pada berbagai tahapan, mulai dari penyelidikan hingga persidangan.
Pasal-pasal yang mengatur keadilan restoratif dalam KUHAP baru, seperti Pasal 79A, Pasal 8, dan Pasal 83, memberikan ketentuan yang jelas untuk mencegah penyalahgunaan hukum. Hal ini bertujuan agar proses keadilan tidak melanggar hak asasi manusia dan kehormatan individu.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa pengawasan dalam pelaksanaan keadilan restoratif menjadi hal yang sangat krusial. Dengan adanya pengawasan, diharapkan proses ini tetap adil dan transparan tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.
Regulasi yang Mengatur Keadilan Restoratif di KUHAP
Dalam KUHAP baru, terdapat ketentuan khusus yang mengatur pelaksanaan keadilan restoratif untuk melindungi hak-hak masyarakat. Sebagai contoh, Pasal 81 menekankan bahwa proses keadilan restoratif tidak dapat dilakukan dengan paksaan, intimidasi, atau ancaman kekerasan.
Pentingnya kesukarelaan dalam pelaksanaan keadilan restoratif juga ditekankan oleh Habib. Semua pihak yang terlibat harus melakukan proses tersebut dengan penuh kesadaran tanpa adanya tekanan dari pihak lain.
Menurutnya, jika keadilan restoratif diterapkan dengan baik, hal ini dapat membantu menyelesaikan konflik secara damai dan menghindari proses hukum yang panjang dan melelahkan bagi semua pihak. Hal ini juga bertujuan untuk membangun kembali hubungan antara korban dan pelaku.
Menjawab Kekhawatiran Masyarakat terhadap Keadilan Restoratif
Kekhawatiran masyarakat mengenai potensi penyalahgunaan keadilan restoratif semestinya bisa diatasi dengan edukasi yang tepat. Habib berharap agar semua pihak memahami bahwa keadilan restoratif bukanlah alat untuk menekan, tetapi sebuah fasilitas untuk mencapai rekonsiliasi.
Dia juga mengingatkan bahwa pelaksanaan keadilan restoratif harus didasarkan pada hukum dan norma yang berlaku, bukan sekadar kemauan sepihak. Hal ini perlu diinternalisasikan oleh pihak-pihak terkait agar masyarakat merasa lebih aman dan terjamin hak-haknya.
Selanjutnya, Habib menegaskan bahwa: “Proses keadilan restoratif harus diawasi dengan ketat dan mematuhi semua ketentuan yang ada. Ini adalah langkah maju dalam reformasi hukum di Indonesia yang harus dijalankan dengan baik.”




