Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Ria Norsan, menghadapi tantangan terkait banyaknya pihak yang terlibat sebagai koordinator program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ketidakpastian ini membuatnya bingung dan berusaha mencari solusi yang tepat untuk mengelola program tersebut secara efektif.
Masalah yang dihadapi Norsan bukan hanya dalam hal jumlah koordinator, tetapi juga dalam kejelasan peran masing-masing pihak. Dengan banyaknya koordinator yang berasal dari berbagai latar belakang, seperti masyarakat umum, partai politik, TNI, dan Polri, dia merasa perlu menyederhanakan struktur pengelolaan program.
Harapannya, dengan adanya satu koordinator tunggal, pelaksanaan program MBG di Kalbar dapat berjalan dengan lebih terencana dan terfokus. Ini bertujuan untuk menghindari salah paham dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.
Pentingnya Koordinasi dalam Program Makan Bergizi Gratis
Koordinasi yang baik sangatlah diperlukan untuk memastikan bahwa program MBG dapat berjalan dengan lancar. Sebagai program yang bertujuan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, kejelasan siapa yang bertanggung jawab menjadi sangat krusial. Hal ini terutama berkaitan dengan pendistribusian bahan makanan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Norsan menilai bahwa keberadaan terlalu banyak koordinator justru dapat mempersulit proses pengambilan keputusan. Jika setiap koordinator memiliki pendekatan yang berbeda, hal ini bisa mengarah pada ketidakefektifan dalam implementasi program. Keberhasilan MBG sangat bergantung pada kerjasama yang baik antara semua pihak terlibat.
Dia berharap agar pihak pusat dapat mempertimbangkan permintaannya untuk menunjuk satu koordinator yang memiliki wewenang penuh untuk mengatur dan mengawasi pelaksanaan program ini. Dengan adanya satu suara dalam koordinator, hal ini diharapkan mampu meminimalisir konflik yang mungkin terjadi di lapangan.
Upaya Norsan Dalam Menyelesaikan Masalah Koordinasi
Untuk menyelesaikan masalah ini, Norsan telah melakukan komunikasi dengan pengurus di tingkat pusat. Ia telah mengajukan permohonan agar satu koordinator tunggal dapat ditunjuk untuk kalangan Kalbar. Langkah ini diharapkan dapat memperlancar pelaksanaan program MBG.
“Kemarin saya menghubungi pusat, untuk menunjuk satu koordinator saja di Kalbar ini,” ungkapnya. Permohonan ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan tanggapan terhadap program, sehingga semua pihak dapat berkolaborasi dengan baik.
Norsan menyadari bahwa tanpa adanya kejelasan dalam struktur kepengurusan, pelaksanaan program akan terhambat. Ia ingin memastikan bahwa semua kegiatan terkait distribusi makanan bergizi bisa terlaksana dengan efektif dan efisien. Hal ini penting agar masyarakat yang membutuhkan benar-benar mendapatkan manfaat dari program tersebut.
Potensi Masalah yang Muncul dari Banyaknya Koordinator
Dari pengamatan Norsan, keberadaan banyak koordinator justru bisa menimbulkan masalah baru yang berpotensi mengganggu tujuan besar dari program MBG. Bukannya mempercepat proses, banyaknya pihak yang terlibat justru bisa menciptakan kebingungan di lapangan. Hal ini bisa berakibat pada lambatnya respons terhadap masyarakat yang membutuhkan.
Misalnya, jika terjadi perbedaan pendapat di antara koordinator dalam hal pendekatan dan metode yang digunakan, maka hal ini bisa menggagalkan pelaksanaan program. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan bantuan gizi malah terabaikan karena ketidakpastian tersebut.
Oleh karena itu, Norsan menegaskan pentingnya memiliki koordinasi yang solid. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari saling menyalahkan dan untuk memastikan semua pihak berdiri pada tujuan yang sama, yaitu membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi mereka.