Di tengah kondisi bencana yang melanda sejumlah daerah di Indonesia, Badan Gizi Nasional mencatat terhambatnya distribusi program gizi bagi masyarakat yang membutuhkan. Hal ini menjadi sorotan penting terutama bagi anak-anak, balita, dan ibu hamil yang menjadi kelompok rentan. Para relawan dan unit dapur gizi mengalami kesulitan dalam memberikan bantuan secara maksimal.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, mengungkapkan adanya Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi yang hilang kontak akibat bencana. Di Sumatera Utara saja, ada 44 unit yang tidak aktif lagi, dan di Aceh, jumlahnya mencapai sekitar 180 unit. Hal ini menjadi tantangan dalam upaya pemenuhan gizi masyarakat yang terdampak.
Dadan menjelaskan bahwa sulit untuk memastikan apakah hilangnya kontak ini akibat kerusakan langsung pada unit SPPG atau karena gangguan jaringan komunikasi di daerah terdampak. Namun, hal ini perlu ditindaklanjuti agar pemulihan pascabencana bisa berlangsung efektif.
Tantangan Kemanusiaan Pasca Bencana yang Berkepanjangan
Bencana alam yang terjadi tak hanya merusak fisik lingkungan, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Banyak relawan yang terpaksa terhenti dalam memberikan bantuan di lokasi-lokasi yang parah terdampak. Bukan hanya unit dapur yang hilang, banyak relawan juga terkena dampaknya namun jumlah mereka masih dalam pendataan.
Dadan mengungkapkan bahwa saat situasi sudah kembali normal, akan dilakukan evaluasi untuk mengetahui keadaan relawan dan unit yang tidak aktif. Sementara itu, sejumlah SPPG masih beroperasi dan berfungsi sebagai dapur umum untuk membantu kebutuhan masyarakat yang terpaksa mengungsi.
SPPG yang aktif berjumlah 319 unit di ketiga provinsi yang terdampak, dan mereka berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam titik-titik pengungsian. Keberlangsungan program gizi ini sangat penting mengingat kondisi kesehatan masyarakat di tempat pengungsian menjadi salah satu prioritas.
Pentingnya Dapur Umum dalam Situasi Darurat
Dalam kondisi seperti ini, SPPG yang masih berbagi perannya dengan dapur umum diharapkan mampu menjamin ketersediaan bahan makanan bergizi. Program ini bersinergi dengan upaya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), TNI-Polri, dan Kementerian Sosial untuk mempercepat penanganan bagi masyarakat yang terpaksa mengungsi.
Ketersediaan gizi yang cukup akan berdampak langsung kepada pemulihan kesehatan para pengungsi, terutama bagi anak-anak dan ibu hamil. Dadan menekankan pentingnya kolaborasi di antara semua pihak agar bantuan cepat dan tepat sasaran.
Namun, tantangan yang ada pun tidaklah sedikit. Dengan banyaknya unit SPPG yang terhambat komunikasi, distribusi bantuan makanan bergizi tidak akan optimal. Pemenuhan tersebut harus dilakukan secara bertahap agar tidak terjadi lonjakan masalah kesehatan di pengungsian.
Strategi Pemulihan Pasca Bencana
Strategi pemulihan untuk SPPG yang tidak terbahas langsung juga perlu diatur. Dadan menjelaskan bahwa unit-unit ini diharapkan untuk tetap beroperasi dan menyuplai kebutuhan gizi di daerahnya masing-masing. Dengan begitu, distribusi bantuan tidak terputus, dan kebutuhan gizi masyarakat tetap terjaga.
Pelaksanaan program gizi di daerah bencana pun harus dilakukan dengan memperhatikan situasi terkini. Diharapkan semua pihak yang terlibat dapat berkontribusi dalam memperbaiki kondisi ini agar akses makanan bergizi dapat terjamin, bahkan di daerah yang tidak langsung terkena dampak bencana.
Dengan kolaborasi berbagai institusi, program pemulihan gizi diharapkan dapat diimplementasikan dengan lebih efektif. Diawali dengan evaluasi yang tepat, semua SPPG akan dipetakan kembali untuk memastikan pelaksanaan program makanan bergizi di wilayah-wilayah yang terdampak.




