Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, baru-baru ini mengungkapkan pesan dari Presiden Prabowo terkait rencana amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Muzani, pembahasan mengenai hal ini masih dalam tahap awal dan belum ada langkah konkret yang diambil untuk melanjutkan diskusi lebih lanjut.
Muzani menyatakan bahwa pertemuan antara dia dan Presiden Prabowo pada 2 Desember lalu menjadi momentum untuk memulai dialog tersebut. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa ada baiknya untuk tidak terburu-buru dalam melakukan amendemen ini dan lebih kepada diskusi yang berkelanjutan.
“Baru awal saja. Ya, diminta tidak buru-buru,” ujar Muzani di kompleks parlemen, Jakarta. Ia juga menambahkan bahwa pertemuan tersebut hanya menyinggung secara singkat mengenai rencana amendemen UUD 1945.
Mencari Kesepakatan dalam Diskusi UUD 1945
Kepala MPR RI menilai bahwa pembicaraan mengenai amendemen UUD 1945 perlu dikaji lebih dalam, meskipun masih sebatas diskusi awal. Menurutnya, wacana ini sudah mulai dibahas pada sidang tahunan MPR sebelumnya dan kini semakin membutuhkan perhatian.
Dalam di sidang tahunan MPR, Muzani juga mengajak berbagai elemen masyarakat untuk menyampaikan pendapat mereka mengenai wacana penerapan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Ini mencerminkan keinginan untuk melibatkan lebih banyak pihak dalam proses penyusunan keputusan penting ini.
“Pada 6 Agustus 2025, kami berharap bisa hadirkan rumusan hasil kajian ini yang melibatkan pimpinan fraksi dan kelompok DPD,” kata Muzani. Hal ini menunjukkan komitmen MPR untuk mendengarkan aspirasi publik dan memastikan diskusi ini transparan dan inklusif.
Wacana PPHN Sebagai Pengganti GBHN
Muzani menjelaskan bahwa wacana penghidupan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan nama baru, Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), sebenarnya sudah ada sejak lama. Sejak tahun 2019, setelah Presiden Jokowi terpilih untuk periode kedua, isu ini kembali mengemuka dan memerlukan perhatian serius.
Penyusunan PPHN ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi MPR pada periode 2014-2019. Berkaitan dengan hal ini, PPHN memiliki fungsi serupa dengan GBHN, yang sebelumnya digantikan oleh beberapa undang-undang terkait perencanaan pembangunan.
Muzani juga menekankan bahwa PPHN diharapkan dapat menjadi panduan strategis untuk pemerintah dalam menyusun kebijakan pembangunan jangka panjang. Ini penting agar pembangunan yang dilakukan tetap berkesinambungan dan tidak terputus meskipun terjadi pergantian kepemimpinan.
Kemunduran dan Harapan terkait Amendemen UUD
Isu amendemen UUD 1945 dan PPHN juga sudah sempat menjadi topik hangat dalam kepemimpinan MPR sebelumnya. Mantan Ketua MPR, Bambang Soesatyo, beberapa waktu lalu juga melontarkan gagasan ini setelah melakukan kajian mendalam terkait hal ini.
Bamsoet yakin bahwa PPHN bisa menjelaskan rencana pembangunan jangka panjang meski ada perubahan dalam pemerintahan. Ia memberi penekanan bahwa PPHN dapat membantu menciptakan rencana pembangunan yang lebih jelas dan terarah.
Namun, langkah tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Dengan selesainya kepemimpinan Bamsoet, MPR kemudian menyuarakan bahwa pemerintahan tidak akan melakukan amendemen UUD hingga pemilihan umum 2024. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari tuduhan yang tidak berdasar terkait upaya memperpanjang masa jabatan presiden.
Kesepakatan untuk Menunda Pembahasan
Pada tanggal 9 Agustus 2023, Bamsoet menegaskan bahwa kesepakatan sementara adalah untuk mendiskusikan hal ini setelah pemilu. Ia menyatakan bahwa situasi saat itu tidak kondusif dan berpotensi menciptakan kesan negatif terhadap MPR.
Walaupun begitu, MPR mengakui adanya beberapa aturan dalam UUD yang memerlukan pembaruan. Isu tentang amendemen ini menjadi krusial untuk membentuk norma yang lebih sesuai dengan zaman saat ini dan tantangan yang dihadapi bangsa.
Dengan demikian, dialog dan kajian mendalam adalah langkah awal yang harus diambil untuk menciptakan kesepakatan yang solid. Proses ini melibatkan berbagai stakeholder dalam pemerintahan serta masyarakat luas untuk menghindari kesalahan yang sama di masa lalu dan menghasilkan keputusan yang mumpuni.




