Di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tradisi dan modernitas sering kali menjadi perdebatan yang menarik. Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, dalam sebuah forum, menyoroti pentingnya peran perempuan dalam regenerasi Keraton Yogyakarta dan bagaimana hal ini sejalan dengan nilai-nilai demokrasi yang dianut saat ini.
Dalam diskusinya, Sultan menggarisbawahi bahwa meskipun Yogyakarta memiliki akar sistem pemerintahan tradisional, hal itu tidak serta merta menjadikan wilayah ini bersikap feodal. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi dapat tumbuh subur bahkan di tengah kearifan lokal yang kuat.
Sultan juga mengungkapkan bahwa banyak yang mempertanyakan mengapa DIY yang identik dengan kerajaan masih bisa memiliki demokrasi yang kuat. Menurutnya, di Yogyakarta, ada ruang yang cukup untuk berdemokrasi yang berdampingan dengan tradisi.
Peran Perempuan dalam Regenerasi di Keraton Yogyakarta
Dalam kerangka demokrasi yang diusung, Sultan mengajak masyarakat untuk melihat bahwa perempuan tidak hanya sekadar bagian dari sejarah, tetapi juga pemegang peran yang krusial dalam regenerasi Keraton. Dalam sebuah kesempatan di Mahkamah Konstitusi, ia menegaskan bahwa perempuan harus dilibatkan dalam proses tersebut.
Kesadaran ini menandai perubahan pemikiran yang signifikan di kalangan penguasa tradisional. Sultan menekankan bahwa tidak ada lagi alasan untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam konteks ini, mengingat semua warga negara memiliki hak yang sama di Republik ini.
Contoh nyata dari dorongan ini terlihat pada upaya untuk mendorong perempuan terlibat dalam berbagai kegiatan budaya dan administratif di Keraton. Sultan berharap perempuan dapat berkontribusi secara aktif dalam menjaga warisan budaya Yogyakarta.
Demokrasi dan Tradisi yang Berjalan Seiring
Sultan menyatakan bahwa pada dasarnya, setiap perubahan yang dihadapi harus dikaitkan dengan konteks yang ada. Demokrasi bukan berarti menghapuskan tradisi, melainkan bagaimana keduanya bisa berjalan beriringan dengan baik. Di Yogyakarta, tradisi yang ada menjadi pondasi dalam menjalani kehidupan berdemokrasi.
Indeks Demokrasi Indonesia di DIY menunjukkan bahwa Yogyakarta berjalan di jalur yang benar. Pengembangan ruang-ruang demokrasi di wilayah ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
Pengakuan Sultan akan pentingnya partisipasi masyarakat menunjukkan bahwa demokrasi di Yogyakarta tidak bersifat monolog, tetapi dialog yang saling menguntungkan antara pemerintah dan rakyat. Ini menciptakan tata kelola yang lebih inklusif dan responsif.
Konsistensi dalam Menghadapi Perubahan Zaman
Dalam setiap kebijakan yang diambil, Sultan menegaskan perlunya konsistensi, terutama dalam mengamalkan undang-undang. Menurutnya, adaptabilitas adalah kunci untuk kelangsungan hidup budaya dan masyarakat di Yogyakarta. Seiring perubahan zaman, pemikiran dan sikap masyarakat pun harus bergerak maju.
Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, Sultan mengajak semua pihak untuk tidak terjebak dalam cara pandang yang statis. Kesiapan untuk menerima pergeseran nilai serta pembaruan adalah cara terbaik untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Dengan langkah-langkah yang diambil, Sultan berharap DIY dapat tetap menjadi contoh di mana demokrasi dan tradisi berjalan seimbang, menciptakan harmoni dalam kehidupan masyarakat dan menjadikan Yogyakarta sebagai pusat kebudayaan yang inklusif dan berkelanjutan.




