Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, menilai bahwa pemerintah telah melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 terkait Kepolisian dengan menempatkan polisi aktif pada jabatan sipil. Pernyataan ini disampaikan seiring dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa pasal 28 undang-undang tersebut bersifat inkonstitusional, menegaskan larangan bagi anggota kepolisian untuk menduduki jabatan sipil.
Hasanuddin menekankan bahwa putusan MK ini hanya mengulangi dan mempertegas ketentuan yang telah ada dalam UU Kepolisian. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya mematuhi larangan tersebut dan tidak mengabaikan ket_entuan yang ada.
Menurutnya, penyampaian informasi tersebut sangat penting untuk peningkatan kesadaran hukum di masyarakat. Dia berharap agar pemerintah bisa bekerja sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, untuk menjaga integritas institusi kepolisian.
Penjelasan Larangan Jabatan Sipil bagi Polisi Aktif
Pelarangan bagi anggota Polri untuk menduduki jabatan sipil diatur dalam Pasal 28 ayat 3 UU Kepolisian. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa polisi hanya bisa mendapatkan jabatan di luar kepolisian setidaknya setelah melakukan pengunduran diri atau pensiun dari dinas.
Lebih lanjut, Hasanuddin merinci pengertian ‘jabatan di luar kepolisian’. Ia menegaskan bahwa jabatan tersebut tidak dapat berkaitan dengan kepolisian atau didasarkan pada penugasan dari Kapolri. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih antara tugas kepolisian dan jabatan sipil.
Hasanuddin menuntut agar pemerintah lebih konsisten dalam menerapkan peraturan yang ada. Ia menunjukkan bahwa, tanpa perlu ada keputusan MK pun, seharusnya anggota Polri aktif tidak dapat menjabat di ranah sipil. Ini menunjukkan adanya keharusan untuk mematuhi prinsip hukum yang berlaku.
Desakan untuk Penarikan Polisi Aktif dari Jabatan Sipil
Selanjutnya, Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman, mendesak agar Presiden Prabowo Subianto menarik anggota polisi aktif yang saat ini menjabat di sektor sipil. Dia menegaskan bahwa keputusan MK bersifat final dan harus diikuti secara ketat.
Benny meyakini bahwa Presiden Prabowo akan mematuhi hukum dan menegakkan keadilan. Ia mengharapkan perhatian segera dari Presiden untuk menuntaskan masalah ini demi kepentingan hukum negara.
Apabila tindakan penarikan itu tidak dilakukan, Benny menyarankan agar Kapolri atau Presiden mempertimbangkan opsi bagi anggota Polri aktif untuk mundur atau pensiun lebih awal. Pernyataan itu mengingatkan publik bahwa polisi seharusnya tidak memegang kekuasaan sipil yang bukan bagiannya.
Makna dan Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi
Putusan MK ini memiliki implikasi yang luas dalam penegakan hukum di Indonesia. Keputusan ini menjadi sebuah pengingat akan pentingnya memisahkan fungsi kepolisian dari jabatan-jabatan sipil. Ini terkait erat dengan prinsip negara hukum yang menuntut penegakan hak setiap individu secara adil.
Dalam konteks hukum, keputusan ini bisa menjadi landasan bagi pembaruan regulasi terkait kepolisian dan jabatan sipil di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa setiap aturan yang ditetapkan harus diikuti tanpa pengecualian.
Dalam dokumen putusan MK dijelaskan secara rinci mengenai uji konstitusionalitas dari Pasal 28 ayat (3) dan penjelasan pasal tersebut. Secara substantif, kedua ketentuan itu menegaskan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mereka mengunjungi atau pensiun.




