Sejumlah warga yang tinggal di sekitar Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, mengalami kepanikan saat mendengar berita tentang ambruknya bangunan pondok pada Senin sore (29/9). Kejadian ini menjadi sorotan, mengingat banyaknya santri yang sedang beraktivitas di dalam gedung, dan hal ini menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan masyarakat setempat.
Laporan awal menyebutkan bahwa bangunan tersebut sudah lama dikhawatirkan oleh warga karena kondisi konstruksinya yang dianggap tidak layak. Meski telah ada peringatan dari warga mengenai masalah keamanan, pihak pengurus ponpes tampaknya mengabaikannya.
Salah seorang saksi menyatakan bahwa saat bangunan ambruk, ia merasakan getaran mendalam seperti gempa bumi. Kejadian ini menjadi pengalaman mengejutkan yang membekas di ingatan masyarakat setempat.
Penyebab Kejadian Ambruknya Bangunan Pondok Pesantren
Bangunan yang ambruk diduga tidak memiliki fondasi yang kokoh, sehingga dapat menyebabkan struktur bangunan menjadi rentan. Seorang warga mengungkapkan, mereka telah memperingatkan pihak pondok agar menggunakan jenis fondasi yang lebih kuat seperti paku bumi atau pondasi cakar ayam.
Pihak pondok, menurut keterangan warga, hanya menggunakan fondasi sepatu yang dianggap tidak memadai untuk menahan beban dari bangunan bertingkat tersebut. Hal ini menimbulkan keraguan di kalangan warga yang merasa kondisi bangunan tidak aman.
Warga lainnya juga mengemukakan bahwa selama proses pembangunan, terlihat bahwa tanah di sekitar pondasi tidak digali cukup dalam. Masyarakat telah berusaha menyampaikan keprihatinan mereka, tetapi kurangnya respons dari pengurus pondok membuat situasi semakin menegangkan.
Dampak Psikologis bagi Masyarakat Setelah Kejadian
Pasca ambruknya bangunan, trauma yang dialami oleh masyarakat sekitar sangat mendalam. Banyak yang merasa tidak nyaman dan khawatir jika struktur bangunan lain di kawasan tersebut juga tidak aman. Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya keselamatan dalam pembangunan.
Beberapa warga merasakan kecemasan berkelanjutan, terutama setelah lolosnya gempa magnitudo 6,5 di wilayah Sumenep pada hari berikutnya. Skenario itu menambah rasa takut akan kemungkinan runtuhan susulan yang bisa menimpa bangunan lain.
Dalam situasi ini, warga merasa seharusnya tindakan pencegahan harus diambil lebih awal. Duplikasi kekecewaan terhadap pihak pondok sebagai pemangku kebijakan semakin mendalam, terutama ketika melihat dampak serius yang dihadapi oleh santri.
Statistik Korban dan Tindakan Pengurus Pondok Pesantren
Ambruknya gedung yang sedang dalam tahap pembangunan ini mengakibatkan jumlah korban yang signifikan. Dari laporan yang ada, total terdapat 171 orang yang terlibat dalam insiden tersebut, dengan 104 orang selamat dan 67 orang meninggal, termasuk 8 bagian tubuh. Identifikasi terhadap korban dilakukan secara intensif oleh tim DVI.
Masyarakat sangat menantikan tindakan tegas dari pihak berwenang terkait kejadian ini. Proses penyidikan dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kelalaian dalam proses pembangunan yang menyebabkan terjadinya tragedi tersebut. Pengurus pondok mengakui adanya kesalahan tetapi belum memberikan pernyataan secara resmi mengenai langkah selanjutnya.
Pihak kepolisian menjelaskan bahwa mereka akan menyelidiki kejadian ini dengan hati-hati, mencermati segala aspek yang berhubungan dengan pembangunan bangunan yang ambruk. Mereka ingin memastikan jika ada pelanggaran hukum yang terjadi, agar ke depannya tidak terulang lagi.