Area pemakaman Pajimatan Imogiri di Bantul, DI Yogyakarta, menyimpan banyak makna bagi masyarakat sekitar. Tempat ini bukan hanya sekadar lokasi pemakaman bagi para raja, tetapi juga merupakan simbol dari tradisi dan budaya yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Pada Rabu, 5 November mendatang, kompleks ini akan menjadi lokasi prosesi pemakaman Raja Keraton Surakarta, Pakubuwana XIII. Bupati Pajimatan Makam Raja-Raja Imogiri, Kanjeng Pangeran Haryo Joyo Adilogo, menyatakan bahwa pemakaman akan tetap dibuka untuk pengunjung, meskipun beberapa area akan ditutup untuk umum.
Hal ini bertujuan untuk memberikan penghormatan yang layak kepada almarhum raja dan menjaga kesakralan acara pemakaman. Masyarakat diundang untuk turut berdoa dan memberikan penghormatan terakhir, tetapi dengan ketentuan tertentu yang harus dipatuhi.
Ritual dan Makna di Balik Pemakaman Raja-Raja
Ritual pemakaman di Pajimatan Imogiri memiliki banyak aspek yang mendalam. Proses ritual dimulai dengan tahlil bedah bumi yang dilakukan oleh abdi dalem menjelang pemakaman. Ini merupakan bagian dari tradisi yang diikuti dengan seksama sebagai bentuk penghormatan.
Setelah ritual tersebut selesai, liang lahat untuk almarhum akan digali dan dipersiapkan dengan hati-hati. Proses persiapan ini memerlukan beberapa hari untuk memastikan segala sesuatunya berlangsung lancar dan sesuai dengan tradisi yang ada.
Pemakaman raja tidak hanya melibatkan keluarga dan kerabat dekat, tetapi juga komunitas yang lebih luas. Ini mencerminkan hubungan yang kuat antara keluarga kerajaan dan masyarakat di sekitarnya, menciptakan rasa kebersamaan dan kesatuan dalam menghadapi kehilangan.
Proses Pemakaman yang Dihormati oleh Masyarakat
Selama prosesi pemakaman, masyarakat umum dipersilakan untuk menyaksikan dan memberikan penghormatan terakhir, tetapi harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Mereka dapat mengakses titik tertentu yang dianggap pantas tanpa mengganggu jalannya acara.
Hal ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan merasakan kehadiran raja dalam tradisi yang telah diwariskan. KPH Joyo menjelaskan bahwa mereka yang ingin ambil bagian dalam salat jenazah di masjid tidak perlu mengenakan pakaian adat tertentu, selama tampak sopan.
Ritual salat ini memiliki makna yang mendalam dan menjadi bukti dari pengabdian masyarakat kepada raja yang telah berpulang. Di masjid, salat jenazah akan dilakukan dengan khusyuk, menuju peristirahatan terakhir almarhum.
Pengaturan Akses Selama Prosesi Pemakaman
Selama periode pemakaman, area Kedhaton Girimulyo akan ditutup untuk pengunjung umum. Kebijakan ini dilakukan demi menjaga keamanan dan ketertiban selama berlangsungnya prosesi pemakaman yang sakral. KPH Joyo mengingatkan bahwa pengumuman resmi mengenai akses akan dibuat setelah pemakaman selesai.
Kendalanya, sejumlah titik di kompleks pemakaman mungkin tidak dapat diakses oleh siapapun, termasuk masyarakat. Namun, ini adalah langkah yang perlu dilakukan untuk menunjukkan rasa hormat terhadap tradisi dan keinginan keluarga kerajaan yang berduka.
Bagi masyarakat, kesempatan untuk berdoa di lokasi yang penuh makna ini tetap menjadi sesuatu yang berharga. Sebanyak 30 orang abdi dalem akan mendampingi jenazah melalui ratusan anak tangga menuju lokasi pemakaman, sebuah proses yang sarat dengan tradisi dan filosofi.




