Badan Gizi Nasional (BGN) baru-baru ini menetapkan kebijakan penting terkait pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Mereka mengharuskan semua Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk memanfaatkan bahan pangan lokal agar dapat mendukung ketahanan pangan regional sambil meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Perwakilan Direktur Promosi dan Edukasi Gizi BGN, Gusti Yudha, menekankan pentingnya menggunakan bahan pangan yang dihasilkan oleh masyarakat lokal sebagai bagian dari upaya yang lebih besar untuk mengembangkan ekonomi daerah. Hal ini dapat menciptakan sinergi antara pengembangan gizi masyarakat dan pemberdayaan ekonomi lokal.
Lebih jauh, Gusti menyatakan bahwa SPPG diizinkan mengambil bahan baku dari masyarakat setempat dengan ketentuan bahwa hanya jika tidak tersedia, baru dapat mencari dari wilayah lain. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat relasi antara penyedia pangan dengan konsumen secara langsung.
Pentingnya Penggunaan Bahan Pangan Lokal bagi Masyarakat
Bahan pangan lokal memiliki banyak keunggulan, termasuk kesegaran, keberagaman, serta keberlanjutan. Dengan menggunakan sumber daya lokal, dapur SPPG dapat menjamin kualitas dan kelezatan makanan yang disajikan kepada masyarakat, yang akan berpengaruh positif pada kesehatan mereka.
Berdasarkan informasi dari BGN, mekanisme pembelian bahan pangan tidak bisa dilakukan secara individu, melainkan secara kolektif melalui koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Tujuannya adalah untuk memastikan pasokan yang cukup dan stabil, sehingga dapur SPPG dapat menjalankan tugasnya dengan efisien.
Proses pengadaan bahan baku secara kolektif ini diharapkan tidak hanya memberi manfaat bagi dapur SPPG, tetapi juga membuka peluang usaha bagi petani dan pelaku usaha mikro. Dengan cara ini, diharapkan ada peningkatan pendapatan yang signifikan bagi para petani lokal.
Strategi Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
Salah satu strategi yang diterapkan dalam Program MBG adalah penetapan biaya yang terjangkau, yaitu Rp15.000 per porsi. Dari jumlah tersebut, dana dialokasikan untuk bahan makanan, operasional, dan keuntungan mitra serta yayasan pengelola.
BGN menekankan bahwa meskipun dana yang dialokasikan cukup besar, kualitas gizi dan kebersihan makanan tetap menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, mereka membatasi jumlah porsi yang dapat dikelola oleh setiap SPPG untuk menjaga standar tersebut.
Sebelumnya, satu dapur dapat mengolah 3.000 hingga 4.000 porsi, namun kini kapasitas tersebut dibatasi menjadi 2.500 hingga 3.000 porsi per hari. Pembatasan ini merupakan upaya untuk memastikan mutu dan keamanan pangan yang disajikan kepada masyarakat.
Dampak Positif Bagi Ekonomi Masyarakat dan Gizi
Implementasi MBG tidak hanya berfokus pada pengurangan angka gizi buruk, tetapi juga berupaya menggerakkan perekonomian lokal melalui keterlibatan petani dan nelayan dalam rantai pasokan. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat.
Anggota Komisi IX DPR RI, Obet Rumbruren, memberikan apresiasi kepada implementasi Program MBG di Manokwari. Menurutnya, program ini berperan penting dalam menciptakan generasi yang sehat, cerdas, dan tangguh, dalam rangka mendukung cita-cita Indonesia Emas 2045.
Ia juga menekankan perlunya kerja sama antara berbagai pihak, terutama dalam memastikan semua bahan baku yang digunakan adalah hasil pertanian lokal. Ini tidak hanya membantu meningkatkan kesehatan masyarakat, tetapi juga memperkuat ekonomi daerah.
Dari data yang diperoleh, saat ini terdapat 35 dapur SPPG di Provinsi Papua Barat, di mana 20 di antaranya berada di Kabupaten Manokwari. Dengan keberadaan dapur-dapur ini, diharapkan dapat mengurangi prevalensi masalah gizi pada anak-anak dan perempuan, yang merupakan kelompok rentan dalam masyarakat.
Melalui pendekatan ini, BGN memfokuskan perhatian pada keberlanjutan program dan keberagaman pangan yang disajikan. Ini merupakan langkah penting untuk menciptakan ketahanan pangan yang lebih baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal secara bersamaan.




