Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan bahwa DPR akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan adanya keterwakilan perempuan dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, pada tanggal 18 November.
Puan Maharani, selaku ketua, menegaskan bahwa rapat konsultasi yang dilakukan sebelumnya pada 12 November telah membahas dan mempertimbangkan putusan MK terkait dua hal penting—perimbangan dan pemerataan keterwakilan anggota DPR perempuan di dalam AKD.
Patuhi Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Keterwakilan Perempuan
Puan mengatakan bahwa keputusan ini merupakan langkah penting menuju kesetaraan gender di dalam politik Indonesia. Dalam rapat tersebut, DPR memutuskan untuk sepenuhnya mematuhi putusan MK yang menetapkan minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan AKD.
Keputusan ini diharapkan dapat mengubah dinamika yang seimbang di dalam tubuh DPR. Dengan adanya perwakilan perempuan yang lebih signifikan, diharapkan akan ada peningkatan dalam pengambilan keputusan yang lebih adil dan inklusif.
Para pemohon dalam uji materi ini, termasuk Koalisi Perempuan Indonesia dan beberapa lembaga lainnya, berperan aktif dalam menggugat regulasi yang selama ini dinilai tidak berpihak pada perempuan. Mereka berharap, dengan dukungan yang kuat dari DPR, keseluruhan sistem politik dapat lebih responsif terhadap isu-isu gender.
Keputusan MK dan Implikasinya bagi Anggota DPR
Pada 30 Oktober, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang tegas mengenai keharusan keterwakilan perempuan minimal 30 persen dalam Alat Kelengkapan Dewan. Putusan ini seolah menjadi titik balik dalam politik Indonesia yang seringkali didominasi oleh suara laki-laki.
Menurut MK, ketentuan itu bertentangan dengan UUD 1945, yang mengamanatkan kesetaraan di antara warga negara. Keterwakilan perempuan menjadi bagian penting dalam usaha membangun masyarakat yang lebih adil dan merata, sehingga semua elemen masyarakat dapat berkontribusi dalam pembuatan kebijakan.
Keputusan ini pun tidak hanya ingin memperjelas posisi perempuan dalam ruang politik, tetapi juga mendorong anggotanya untuk lebih memahami pentingnya perspektif perempuan dalam pembuatan keputusan yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Peran Kuota Perempuan dalam Pembentukan Kebijakan
Keterwakilan perempuan dalam AKD diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam agenda legislatif yang selama ini kurang memperhatikan isu-isu gender. Ini sangat penting, karena pembentukan kebijakan yang baik seharusnya mencerminkan beragam suara dari seluruh lapisan masyarakat.
Melalui kuota ini, diharapkan lebih banyak isu yang berkaitan dengan hak-hak perempuan dan anak akan terangkat. Kebijakan yang lebih inklusif akan dihasilkan jika suara perempuan turut diperhitungkan dalam setiap langkah politik.
Selanjutnya, DPR akan menyerahkan mekanisme pelaksanaan keputusan ini kepada masing-masing fraksi. Hal ini menunjukkan bahwa proses menuju implementasi keterwakilan perempuan tidak hanya tanggung jawab satu pihak, melainkan menjadi tanggung jawab kolektif seluruh anggota DPR.




