Ega Prasetya (22) tidak menyangka bahwa kabar duka akan menghampiri keluarganya dari negeri seberang. Kakaknya, Argo Prasetyo (25), yang bermaksud memperbaiki kondisi ekonomi keluarga, justru ditemukan tewas dengan cara yang tragis di Kamboja.
Menurut Ega, tubuh Argo ditemukan dalam keadaan mengenaskan, penuh luka, di dekat tempat pembuangan sampah yang terletak di perbatasan Vietnam-Kamboja. Keluarga dari Langkat, Sumatera Utara, kini berjuang sekuat tenaga untuk memulangkan jenazah Argo ke tanah air.
Ega mengungkapkan saat membuat laporan ke Badan Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sumut, dirinya yakin mengenali kakaknya meski tubuhnya terlihat kurus. Identitas yang tertera pada kartu namanya dan ciri wajahnya membuatnya yakin bahwa itu adalah Argo.
Perempuan berkerudung merah ini menceritakan bahwa April 2024 adalah bulan terakhir Argo terlihat di rumah. Tanpa banyak bicara, dia meninggalkan kampung halaman dengan tujuan yang tidak jelas.
Ega mengungkapkan, sejak ibu mereka meninggal, Argo menjadi seseorang yang lebih tertutup. Meski tinggal serumah, mereka jarang berbicara, sehingga memilih untuk mengurus kehidupan masing-masing.
Dua hari setelah kepergiannya, Ega baru mengetahui bahwa Argo ternyata sudah berada di Kamboja. Dalam percakapan melalui telepon, Argo mengaku bekerja di sebuah restoran, tetapi komunikasi mereka terasa minim.
Pekerjaan Argo di Kamboja dan Komunikasi yang Terputus
Pada satu kesempatan, Ega menghubungi Argo dan mendapati bahwa ia telah tiba di Kamboja. Argo menceritakan bahwa dia bekerja di restoran, tetapi Ega tidak mengetahui bagaimana kakaknya bisa sampai di negara tersebut atau dengan siapa ia pergi.
Beberapa bulan kemudian, Argo menyampaikan bahwa ia tidak lagi bekerja di restoran, tetapi tidak mengungkapkan alasannya. Sejak akhir Juli 2025, komunikasi antara Ega dan Argo terputus total.
Kejadian mengejutkan datang pada 30 September 2025, ketika Ega menerima pesan dari seseorang melalui aplikasi Telegram, memberitahu bahwa Argo telah ditemukan meninggal dunia. Keluarganya sangat terkejut dan langsung merasa kehilangan yang mendalam.
Ega menerima potongan video yang menunjukkan keadaan Argo tergeletak di dekat tumpukan sampah, di mana ia ditemukan. Dari video tersebut, Ega yakin mengenali ciri-ciri kakaknya, yang kini hanya menyisakan rasa duka mendalam.
Jenazah Argo disimpan di tempat penyimpanan jenazah di Phnom Penh, Kamboja, setelah pihak keluarga melaporkan kejadian ini kepada KBRI di Phnom Penh untuk mengonfirmasi identitas korban. Kini, Ega dan keluarga menunggu kabar lebih lanjut terkait pemulangan jenazah kakaknya.
Kronologi Penemuan Jenazah dan Dugaan Penganiayaan
Ega menyebutkan bahwa hingga kini, mereka belum mendapatkan penjelasan yang jelas tentang bagaimana Argo bisa ditemukan di tempat pembuangan sampah. Dugaan sementara mengarah pada penganiayaan yang mungkin dialaminya sebelum meninggal.
Belakangan, terungkap bahwa Argo bekerja di perusahaan penipuan yang dikenal mempekerjakan warga asing. Perusahaan tersebut terlibat dalam aktivitas penipuan daring di kawasan Asia Tenggara dan menjadi tema diskusi hangat di kalangan komunitas pekerja migran.
Saat ditemukan di lokasi, kartu identitas Argo dan nama perusahaan tempat ia bekerja juga teridentifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa Argo terjebak dalam jaringan kriminal yang memperdaya banyak orang.
Setelah pergi dari rumah, Argo sempat bekerja di sebuah gerai retail di Langkat, tetapi beban kerja yang tinggi dan tanggung jawab yang harus dipikul mendorongnya mencari peluang kerja yang lebih baik di luar negeri. Keputusan ini diambilnya meski tanpa melibatkan keluarganya.
Keluarga kini berusaha memulangkan jenazah Argo namun menghadapi tantangan tersendiri. Biaya pemulangan yang mencapai sekitar Rp136 juta menjadi kendala besar, ditambah dengan proses administrasi yang rumit di kancah internasional.
Usaha Keluarga untuk Memulangkan Jenazah Argo ke Tanah Air
Ega kini menegaskan bahwa prioritas mereka adalah memulangkan jenazah Argo agar dapat dimakamkan dengan layak di kampung halaman. Mereka telah meminta bantuan dari KBRI dan Pemkab Langkat untuk menyelesaikan urusan ini.
Keluarga berharap agar ada kabar baik dari pihak KBRI mengenai pemulangan jenazah. Menurut Ega, mereka fokus untuk mengurus semua administrasi yang diperlukan demi menghormati mendiang.
Mianhot Pandiangan, staf perlindungan BP3MI Sumut, menegaskan bahwa laporan keluarga Argo telah diterima dan pihaknya kini menunggu tindak lanjut dari KBRI. Harapan keluarga itu kini tergantung pada respons pihak berwenang di Kamboja dan kesediaan perusahaan yang mempekerjakan Argo untuk bertanggung jawab atas kejadian ini.
Sementara itu, Ega dan keluarganya tetap berusaha kuat menghadapi situasi ini. Penantian untuk berita baik seputar pemulangan jenazah Argo menjadi harapan tunggal mereka di tengah kesedihan dan kehilangan yang mendalam.
Kisah Argo menjadi pengingat bagi banyak orang tentang betapa pentingnya perlindungan dan perhatian terhadap pekerja migran. Keluarga sangat berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas dan menjadi perhatian bagi banyak pihak di Indonesia.