Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap permasalahan radikalisasi anak-anak di era digital. Ia menegaskan bahwa langkah untuk menertibkan ruang digital sangat diperlukan agar generasi muda tidak terjerumus dalam jaringan terorisme yang berbahaya.
Fokus utama Sigit adalah untuk melindungi anak-anak dari pengaruh negatif yang dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka serta masyarakat luas. Hal ini semakin mendesak mengingat ada 110 anak yang teridentifikasi merencanakan aksi teror di Indonesia selama tahun 2025.
Upaya untuk memperbaiki situasi ini tidak hanya diperlukan dari pihak kepolisian, tetapi juga harus melibatkan pemangku kepentingan lainnya. Edukasi yang lebih baik dan pemahaman tentang penggunaan teknologi informasi yang bijak menjadi salah satu langkah yang ditekankan Sigit.
Mengapa Radikalisasi Anak Meningkat di Era Digital?
Fenomena perekrutan anak-anak oleh jaringan teroris dengan memanfaatkan teknologi informasi adalah isu yang patut diperhatikan. Sigit menjelaskan bahwa media sosial dan game daring menjadi sarana yang sangat efektif bagi kelompok teroris untuk merekrut anggota baru. Tanpa adanya pemahaman yang baik, banyak anak yang terpapar ideologi ekstrem.
Proses radikalisasi yang terjadi melalui sarana digital ini menjadi tantangan tersendiri. Banyak anak-anak yang awalnya terlibat dalam komunitas hobi tertentu, akhirnya terjerat dalam pemikiran radikal karena pengaruh yang tidak terduga dari permainan atau interaksi online mereka.
Pihak kepolisian, melalui Densus 88, telah mengevaluasi berbagai komunitas hobi untuk memahami sejauh mana radikalisasi ini berlangsung. Penelitian ini menunjukkan bahwa hobi yang tak terduga dapat menjadi gateway bagi ideologi ekstrem yang meresahkan.
Pentingnya Kolaborasi Antar Pemangku Kepentingan
Untuk melawan radikalisasi, kolaborasi antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat diperlukan. Sigit mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak. Melibatkan keluarga dalam pencegahan adalah langkah awal yang krusial.
Kesadaran orang tua tentang potensi bahaya yang mengintai di dunia maya juga harus ditingkatkan. Keluarga berperan penting dalam menjaga anak-anak dari pengaruh buruk yang dapat merusak nilai-nilai kemanusiaan dan keselamatan.
Melibatkan masyarakat dalam program edukasi pencegahan juga menjadi prioritas utama. Dengan lebih banyak aktivitas positif, diharapkan anak-anak dapat menemukan alternatif selain terlibat dalam radikalisasi.
Statistika Mengkhawatirkan Mengenai Aksi Teror
Dari informasi yang disampaikan oleh Densus 88, terdapat peningkatan tajam dalam jumlah anak yang teridentifikasi merencanakan aksi teror. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, angka ini menunjukkan lonjakan yang signifikan. Hal ini memerlukan perhatian lebih dari pemerintah dan seluruh stakeholders.
Karo Penmas Divisi Humas Polri juga menjelaskan bahwa dari ratusan anak yang terlibat dalam rencana aksi teror, mereka memiliki rentang usia antara 10 hingga 18 tahun. Ini adalah fase krusial dalam pertumbuhan anak yang sangat berpotensi terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya.
Penangkapan lima orang yang merekrut anak-anak untuk masuk ke dalam jaringan terorisme adalah langkah yang sangat penting. Sebuah indikasi bahwa sistem perekrutan ini tidak berjalan tanpa hambatan dan bisa diintervensi dengan cepat.




